Jumat, 26 Februari 2010

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

Oleh : Pristiyanto, SS


1. PENDAHULUAN

Negara Republik Indonesia secara defakto terbentuk semenjak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan secara dejure dikuatkan dengan di tetapkannya UUD’45 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan pada tanggal 18 Agustus 1945. Dalam pembukaan UUD ’45 telah digariskan cita-cita dan tujuan nasionalnya. Perjuangan kemerdekaan yang dilaksanakan para pejuang bangsa mencita-citakan sebuah Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Sedangkan tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia adalah untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka bangsa Indonesia memerdekakan dirinya dan menetapkan 5 (lima) nilai nilai dasar negara yang kini dikenal dengan nama Pancasila. Hal ini dapat kita temui dalam Pembukaan UUD 1945 pada alenia IV yang antara lain menyatakan :
“…maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatam yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Jika kita pahami nilai-nilai Pancasila tersebut merupakan cara bagaimana mewujudkan cita-cita dan tujuan tersebut maka pancasila mempunyai kedudukan sebagai idiologi negara. Hal tersebut dapat kita pahami sebagaimana arti idiologi sebagai ilmu dalam mewujudkan cita-cita.

2. PANCASILA SEBAGAI IDOLOGI NEGARA
Idiologi yang berasal dari kata ideo artinya cita-cita atau gagasan dan logy berarti:, ilmu atau pengetahuan. Dalam pengertian sehari-hari, idea disamakan artinya dengan “cita-cita”. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar atau pandangan/paham. Hubungan manusia dan cita-ctanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai, dimana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk mencapai nilai-nilai tersebut. Ideologi yang pada mulanya berisi seperangkat gagasan, dan cita-cita berkembang secara luas menjadi suatu paham mengenai seperangkat sistem berpikir dan tata nilai dari suatu kelompok yang kemudian berkembang sebagai ideologi bangsa atau ideologi negara.

Sebagai suatu ilmu idiologi mengandung dua makna yaitu satu, sebagai produk ilmu, idiologi merupakan pengetahuan yang sudah terkaji kebenarannya dalam bidang tertentu dan tersusun dalam suatu sistem, kedua, sebagai suatu proses yang menunjuk pada kegiatan akal budi manusia untuk memperoleh pengetahuan dalam bidang tertentu secara sistematis. Sedangkan berdasar substansinya, idiologi adalah:
1. Ilmu Empiris, ditujukan untuk memperoleh pengetahuan faktual tentang kenyataan aktual, dan karena itu bersumber pada empirik atau pengalaman.
2. Ilmu Teoritis, ilmu yang ditujukan untuk memperoleh & mengubah pengetahuan. Produknya digunakan untuk membantu memecahkan masalah dan meningkatkan kesejahteraan.
3. Ilmu Praktis yang mempelajari aktivitas penerapan itu sendiri sebagai obyeknya. Tujuannya untuk mengubah keadaan, atau menawarkan penyelesaian terhadap masalah konkret.

3. PANCASILA SEBAGAI IDOLOGI TERBUKA
Dalam perkembangan teori tentang idiologi dikenal dua tipe ideologi sebagai ideologi suatu negarayaitu ideologi tertutup dan ideologi terbuka. Ideologi tertutup adalah ajaran atau pandangan yang menentukan tujuan-tujuan dan norma-norma politik dan sosial, yang ditetapkan sebagai kebenaran yang tidak boleh dipersoalkan lagi, melainkan harus diterima sebagai sesuatu yang sudah jadi dan harus dipatuhi. Kebenaran suatu ideologi tertutup diterima sebagai hal yang mutlak dan tidak bisa di nilai berdasarkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang lain. Dengan demikian idiologi tertutup bersifat dogmatis sehingga tidak dapat dirubah atau dimodifikasi berdasarkan pengalaman sosial. Oleh sebab itu ideology tertutup tidak mentolerir pandangan dunia atau nilai-nilai lain. Sedangkan ideologi terbuka hanya berisi orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan norma-norma sosial-politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai dan prinsip moral yang berkembang di masyarakat.
Istilah ideologi negara mulai banyak digunakan beberapa negara pada abad ke-18, sebagai cara pandang atau sistem berpikir suatu bangsa berdasarkan nilai dan prinsip dasar tertentu telah ada. Di dunia ini terdapat dua idiologi besar yang berkembang sebagai idiologi suatu negara hingga saat ini yaitu ideologi sosialisme yang mengutamakan kolektivisme dan ideologi liberalisme yang menekankan pada individualism. Kedua ideologi besar tersebut menjadi ideologi utama negara-negara dunia pasca perang dunia kedua hingga berakhirnya era perang dingin. Namun demikian baik sosialisme dan liberalisme memiliki keragaman dalam penerapannya di tiap negara, menyesuaikan dengan pengalaman suatu bangsa dan penetapannya konstitusi negara.
Perkembangan kedua idiologi tersebut, dewasa ini mengalami proses penyesuaian yang saling melengkapi atu menyerap unsure dari masing-masing idiologi. Sebagaimana konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang melenceng dari ideologi liberal (kapitalisme klasik) dan berkembangnya pengakuan terhadap hak-hak sipil dan politik di negara-negara sosialis.
Perkembangan idiologi sebagai sistem pemikiran (system of thought) dewasa ini membuat idiologi merupakan pemikiran yang terbuka yang terus berkembang digali budaya bangsa (budaya sebagai sistem nilai/gagasan dan karya manusia) bukan lagi sebagai “dogma” atau “mitos” yang bahkan tidak lagi berisi aturan operasional yang kaku tetapi dinamis, berkembangan sesuai aspirasi, pemikiran serta akselerasi dari masyarakat dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsanya
Daniel Bell menyatakan ideologi sebagai sistem keyakinan yang memotivasi orang atau kelompok masyarakat untuk bertindak dengan cara tertentu sebagaimana diajarkan oleh ideologi tersebut. Pancaila sebagaimana tersebut dalam pembukaan UUD 45 merupakan suatu cara bagaimana bangsa Indonesia mewujudkan cita-cita dan tujuan dibentuknya negara, dalam pemahaman tersebut maka Pancasila dapat dimaknai sebagai idiologi negara.
Pancasila lahir sebagai sebuah ideologi murni sebagai dunia ide (istilah Plato) atau pemikiran teoretis, yang kemudian berkembang menjadi ideologi politik dalam bentuk polarisasi struktur dan sosial politik kemasyarakatan. Keberadaan Pancasila sebagai ideologi terbuka sesungguhnya telah dikembangkan pada masa orde baru. Namun dalam pelaksanaannya pada masa itu lebih menunjukkan Pancasila sebagai ideologi tertutup. Pada Orde Baru penerapan Pancasila sebagai “ideologi politik” memunculkan tafsir tunggal terhadap Pancasila meliputi kebijakan praktis operasional yang tidak dapat dipertanyakan, tetapi harus diterima dan dipatuhi oleh masyarakat dengan hegemoni dan dominasi kekuasaan.
Pancasila sebagai ideologi pada masa orde baru dipandang dipandang sebagai sistem pemikiran yang diciptakan oleh suatu kekuatan untuk kepentingan kekuatan itu sendiri. Ideologi Pancasila tidak ditekankan pada kebenaran-kebenaran intelektual melainkan pada manfaat-manfaat praktikal Ideologi Pancasila meminta kesetiaan yang tegas tanpa kompromi – karenanya memosisikan Pancasila bagai “mitos” dan "dogma", bukan logos. Ideologi Pancasila menjadi suatu eksklusifisme total serta determinisme yang monolitik. Ideologi Pancasila lebih dipandang sebagai “belief system” dan “power system” daripada hal yang bersifat ilmiah dan falsafahiah.
Pemahaman tentang ideologi jarang dipahami sebagai ilmu mengenai gagasan atau idea tetapi ideologi sebagai orientasi politik yang berfokus pada perolehan kekuasaan. Padahal idiologi lebih pada bagaimana mengelola kekuasaan itu sendiri, kekuasaan adalah alat untuk menerapkan idiologi tersebut. Saat ini pancasila sebagai idiologi perlu dikembangkan sebagai ideologi terbuka dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Membumikan Pancasila bukan hanya membutuhkan gerakan moral, tetapi perlu adanya transformasi ideologi menjadi sebuah ilmu sesuai dengan perkembangan dinamika kemasyarakatan dan kebangsaan. Pancasila sebagai idiologi negaramemiliki fungsi : 1) menjadi prinsip dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; 2) memberikan motivasi untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional; 3) memberikan arah dalam mencapai tujuan negara; dan 4) meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Konsekuensi Pancasila sebagai ideologi terbuka bagi bangsa Indonesia memiliki perbedaan dengan liberal maupun sosialisme. Pancasila mengakui dan melindungi baik hak-hak individu maupun hak masyarakat baik di bidang ekonomi maupun politik. Dengan demikian ideologi kita mengakui secara selaras baik kolektivisme maupun individualisme. Demokrasi yang dikembangkan, bukan demokrasi politik semata seperti dalam ideologi liberal, tetapi juga demokrasi ekonomi. Dalam sistem liberal dasar perekonomian bukan usaha bersama dan kekeluargaan, namun kebebasan individual untuk berusaha. Sedangkan dalam sistem sosialisme, negara yang mendominasi perekonomian, bukan warga negara baik sebagai individu maupun bersama-sama dengan warga negara lainnya.

4. PENUTUP

Pancasila sebagai suatu teks yang termuat dalam pembukaan UUD ‘45 tidak akan mengalami perubahan selama negara Indonesia ada, karena pembukaan tsb merupakan komitmen/perjanjian bagaimana terbentuknya negara Indonesia.

Nilai-nilai pancasila akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Indonesia sebagai negara hukum menjadikan Pancasila sebagai norma dasar (grundnorm) yang dijabarkan secara konsisten dan koheran kedalam pasal-pasal batang tubuh UUD 1945.

Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang pembentukannya sesuai dengan aspirasi rakyat dan tuntutan yang berkembang di masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Ideologi, Pancasila, Dan Konstitusi, www.jimly.com/makalah/namafile/3/ideologi__pancasila__dan_konstitusi.doc.akses, 2008
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Notonagoro. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Cetakan keempat. Jakarta: Pantjuran Tudjuh, tanpa tahun.
Suseno, Franz Magnis, (1992). Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Jakarta: Kanisius.
Suwarno, PJ. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Yogyakarta: Kanisius 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar